Jumat, 17 Desember 2010

ANALISIS PROKSIMAT


1.metode pengujian karbohidrat

carbohydrateKarbohidrat merupakan polihidroksi aldehida atau keton, atau senyawa yang menghasilkan senyawa ini bila dihidrolisa. Secara umum terdapat tiga macam karbohidrat berdasarkan hasil hidrolisisnya, yaitu monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Oligosakarida adalah rantai pendek unit monosakarida yang terdiri dari 2 sampai 10 unit monosakarida yang digabung bersama-sama oleh ikatan kovalen dan biasanya bersifat larut dalam air. Polisakarida adalah polimer monosakarida yang terdiri dari ratusan atau ribuan monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan 1,4-a-glikosida (a=alfa)
Didalam dunia hayati, kita dapat mengenal berbagai jenis karbohidrat, baik yang berfunsi sebagai pembangun struktur maupun yang berperan funsional dalam proses metabolisme. Berbagai uji telah dikembangkan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap keberadaan karbohidrat, mulai dari yang membedakan jenis-jenis karbohidrat dari yang lain sampai pada yang mampu membedakan jenis-jenis karbohidrat secara spesifik. Uji reaksi tersebut meliputi uji Molisch, Barfoed, Benedict, Selliwanof dan uji Iod.
Kedudukan karbohidrat sangatlah penting pada manusia dan hewan tingkat tinggi lainnya, yaitu sebagai sumber kalori. Karbohidrat juga mempunyai fungsi biologi lainnya yang tak kalah penting bagi beberapa makhluk hidup tingkat rendah, ragi misalnya, mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi alkohol dan karbon dioksida untuk menghasilkan energi
C6H12O6 ——> 2C2H5OH + 2CO2 + energi
Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mengamati struktur beberapa karbohidrat melalui sifat reaksinya dengan beberapa reagen uji
Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, pipet mohr, pipet volumetrik, pipet tetes, penangas air, sentrifuse, spektrofotometer, tabung fermentasi,dan gelas ukur.
Bahan-bahan yang digunakan adalah peraksi molish, asam sulfat, larutan glukosa, 1%, frutosa1%, sukrosa 1%, laktosa 1%, maltosa 1%, pati 1%, preasi Benedict preaksi barfoed, preaksi selliwanof, ragi roti, fosfomolibdat, larutan iod encer, gum arab, tpung agar-agar, tepung aren, tepung beras, larutan Na-wolframat 10%, larutan TCA, 10%, etanol absolute, etanol 95%, kristal NaCl, etil eter, larutan NaCl 0,2 M, larutan K2HPO4, larutan kurpritartrat, larutan fosfomolibdat, larutan standard glukosa 0,1 dan 0,2 mg/ml, enzim amylase, larutan glikogen, HCl, dan akuades.
Prosedur percobaan
Pada uji molisch, sebanyak 5ml larutan yang di uji (glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa, maltosa, dan pati) di masukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi molish , dicampur rata, kemudian ditambahkan 3 ml asam sulfat pekat secara perlahan-lahan melalui dinding tabung, warna violet (ungu) kemerah-merahan pada batas kedua cairan menunjukkan reaksi positif, sedangkan warna hijau menunjukan reaksi negatif.
Untuk uji Benedict, sebanyak 5 ml reaksi Benedict dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 8 tetes larutan bahan yang diuji dicampur rata dan dididihkan selama 5 menit, biarkan sampai dingin kemudian diamati perubahan warnanya, jika terbentuk warna hijau, kuning atau endapan merah bata berarti positif.
Pada uji barfoed, sebanyak 1 ml pereaksi dan bahan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 3 menit dan didinginkan, setelah itu masukkan 1 ml fosfomoliubdat , kocok dan amati warna yang tejadi, jika terbentuk warna biru setelah penambahan fosfomolibdat, maka reaksi positif.
Pada uji fermentasi, 20 ml larutan bahan percobaan dan 2gram ragi roti digerus sampai terbentuk suspensi yang homogen , kemudian suspensi diisikan ke dalam tabung fermentasi sampai bagian kaki tertutup dan terisi penuh oleh cairan. Selanjutnya dimasukkan ke dalam fermentor pada suhu 370C, kemudian diamati setiap selang 20 menit sebanyak 3 kali pengamatan. Pada pengamatan terakhir, ruang gas pada kaki tabung diukur panjangnya.
Untuk uji salliwanof, 5 ml peraksi dan beberapa tetes bahan percobaan dimasukkan ke dalam sebuah tabung reaksi, lalu dididihkan selama 30 detik, kemudian diamati warna yang terjadi.
Pada uji osazon, ke dalam tabung reaksi di masukkan campuran fenil hidrazon Na-asetat kering lalu ditambahkan 5 ml larutan percobaan, dikocok dan dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit, kemudian dinginkan dan diperiksa endapan yang terbentuk di bawah mikroskop.
Pada uji iod, pada papan uji diteteskan bahan yang akan diuji, kemudian ditambahkan dengan satu tetes iodium encer, dan dicampur merata.


Pembahasan
Pada uji molisch, hasil uji menunjukkan bahwa semua bahan yang diuji adalah karbohidrat. Pereaksi molisch membentuk cincin yaitu pada larutan glukosa, fruktosa, sukrosa, laktosa, maltosa, dan pati menghasilkan cincin berwarna ungu hal ini menunjukkan bahwa uji molish sangat spesifik untuk membuktikan adanya golongan monosakarida, disakarida dan polisakaida pada larutan karbohidrat.
Pada uji benedict, hasil uji positif ditunjukkan oleh fruktosa, glukosa, maltosa, dan laktosa, sedangkan untuk karbohidrat jenis sukrosa dan pati menunjukkan hasil negatif. Sekalipun aldosa atau ketosa berada dalam bentuk sikliknya, namun bentuk ini berada dalam kesetimbangannya dengan sejumlah kecil aldehida atau keton rantai terbuka, sehingga gugus aldehida atau keton ini dapat mereduksi berbagai macam reduktor, oleh karena itu, karbohidrat yang menunjukkan hasil reaksi positif dinamakan gula pereduksi. Pada sukrosa, walaupun tersusun oleh glukosa dan fruktosa, namun atom karbon anomerik keduanya saling terikat, sehingga pada setiap unit monosakarida tidak lagi terdapat gugus aldehida atau keton yang dapat bermutarotasi menjadi rantai terbuka, hal ini menyebabkan sukrosa tak dapat mereduksi pereaksi benedict. Pada pati, sekalipun terdapat glukosa rantai terbuka pada ujung rantai polimer, namun konsentrasinya sangatlah kecil, sehingga warna hasil reaksi tidak tampak oleh penglihatan.
Dalam asam, polisakarida atau disakarida akan terhidrolisis parsial menjadi sebagian kecil monomernya. Hal inilah yang menjadi dasar untuk membedakan antara polisakarida, disakarida, dan monosakarida. Monomer gula dalam hal ini bereaksi dengan fosfomolibdat membentuk senyawa berwarna biru. Dibanding dengan monosakarida, polisakarida yang terhidrolisis oleh asam mempunyai kadar monosakarida yang lebih kecil, sehingga intensitas warna biru yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan larutan monosakarida. Pada tabel 3. terlihat bahwa monosakarida menunjukkan kereaktifan yang lebih besar daripada disakarida maupun polisakarida. Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa uji barfoed digunakan untuk membedakan reaktifita antara monosakarida, disakarida, dan polisakarida.
Pada uji fermentasi, gas CO2 yang dihasilkan ragi lebih cepat terjadi pada monosakarida, khususnya glukosa. Hal ini menunjukkan bahwa monosakarida lebih reaktif dari disakarida ataupun polisakarida. Selain itu, Pati dan disakarida lainnya merupakan molekul yang relatif lebih besar dibandingkan dengan monosakarida sehingga kemampuan ragi untuk mencerna , mengubah pati tersebut menjadi etil alkohol dan karbon dioksida lebih banyak memerlukan energi dan waktu yang lebih lama.
Pembentukan 4-hidroksimetil furfural ini terjadi pada reaksi antara fruktosa, sukrosa, laktosa dan pati yang mendasari uji selliwanof ini. Fruktosa merupakan ketosa, dan sukrosa terbentuk atas glukosa dan fruktosa, sehingga reaksi dengan pereaksi selliwanof menghasilkan senyawa berwarna jingga. Reaksi ini mestinya tidak terjadi pada pati dan laktosa, karena pati tersusun dari unit-unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4-a-glikosida, sedangkan laktosa tersusun darigalaktosa dan glukosa yang keduanya merupakan aldosa. Salah satu alasan yang menyebabkan terjadinya reaksi antara pereaksi selliwanof dengan pati dan laktosa adalah terkontaminasinya kedua karbohidrat ini oleh ketosa.
Pembentukkan osazon pada uji osazon terlihat dengan adanya endapan yang terjadi. Endapan ini spesifik bagi setiap jenis karbohidrat, baik monosakarida, oligosakarida, maupun polisakarida. Gambar 1. (data hilang) menunjukkan bentuk endapan yang spesifik bagi berbagai macam karbohidrat. Dari hasil pecobaan, dapat dinyatakan bahwa uji osazon digunakan untuk mengidentifikasi monosakarida, disakarida, dan sebagian polisakarida. Dari hasil pengamatan dibawah mikroskop, didapatkan gambar penampang yang berbeda-beda, hal ini karena masing-masing bahan memiliki rantai hidrokarbon yang berbeda-beda pula, ada yang rantai hidrokarbonya lurus dan ada pula yang bercabang.
Pada uji iod, terlihat pada tabel.7 hanya pati lah yang menunjukkan reaksi positif bila direaksikan dengan iodium. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati, terdapat unit-unit glukosa yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya, sehingga menyebabkan warna biru tua pada kompleks tersebut.
Kesimpulan
Uji molisch digunakan untuk menentukan karbohidrat secara umum, uji benedict digunakan untuk menentukan gula pereduksi dalam karbohidrat. Uji barfoed digunakan untuk mengidentifikasi antara monoskarida, disakarida, dan polisakarida. Uji selliwanof digunakan untuk menentukan karbohidrat jenis ketosa. Uji fermentasi yang menggunakan ragi dapat mencerna dan merubah karbohidrat menjadi etil alkohol dan gas karbondioksida. Uji osazon digunakan untuk mengamati perbedaan yang spesifik bagi tiap karbohidrat melalui penampang endapan yang dihasilkannya. Pada uji iod, hanya pati lah yang dapat membentuk senyawa kompleks berwarna biru dengan iodium.

2. metode pengujian  protein dan asam aino

Asam amino merupakan unit pembangun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida pada setiap ujungnya. Protein tersusun dari atom C, H, O, dan N, serta kadang-kadang P dan S. Dari keseluruhan asam amino yang terdapat di alam hanya 20 asam amino yang yang biasa dijumpai pada protein.
struktur molekul asam amino
Gambar 1. Struktur molekul asam amino
Dari struktur umumnya, asam amino mempunyai dua gugus pada tiap molekulnya, yaitu gugus amino dan gugus karboksil, yang digambarkan sebagai struktur ion dipolar. Gugus amino dan gugus karboksil pada asam amino menunjukkan sifat-sifat spesifiknya. Karena asam amino mengandung kedua gugus tersebut, senyawa ini akan memberikan reaksi kimia yang yang mencirikan gugus-gugusnya. Sebagai contoh adalah reaksi asetilasi dan esterifikasi. Asam amino juga bersifat amfoter, yaitu dapat bersifat sebagai asam dan memberikan proton kepada basa kuat, atau dapat bersifat sebagai basa dan menerima proton dari basa kuat.
Semua asam amino yang ditemukan pada protein mempunyai ciri yang sama, gugus karboksil dan amino diikat pada atom karbon yang sama. Masing-masing berbeda satu dengan yang lain pada gugus R-nya, yang bervariasi dalam struktur, ukuran, muatan listrik, dan kelarutan dalam air. Beberapa asam amino mempunyai reaksi yang spesifik yang melibatkan gugus R-nya.
Melalui reaksi hidrolisis protein telah didapatkan 20 macam asam amino yang dibagi berdasarkan gugus R-nya, berikut dijabarkan penggolongan tersebut : asam amino non-polar dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin, Prolin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua yaitu asam amino polar tanpa muatan pada gugus R yang beranggotakan Lisin, Serin, Treonin, Sistein, Tirosin, Asparagin dan Glutamin. Golongan ketiga yaitu asam amino yang bermuatan positif pada gugus R dan golongan keempat yaitu asam amino yang bermuatan negatif pada gugus R. Dari ke-20 asam amino yang ada, dijumpai delapan macam asam amino esensial yaitu valin, leusin, Isoleusin, metionin, Fenilalanin, Triptofan, Treonin, dan Lisin. Asam amino essensial ini tidak bisa disintesis sendiri oleh tubuh manusia sehingga harus didapatkan dari luar seperti makanan dan zat nutrisi lainnya.

Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari beberapa reaksi uji terhadap asam amino dan protein.
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas piala, pipet tetes, pipet Mohr, kertas saring, corong, dan penangas air. Sementara bahan-bahan yang digunakan adalah albumin, gelatin, kasain, pepton, fenol, pereaksi millon, pereaksi Hopkins cole, pereaksi biuret, ninhidrin, H2SO4, NaOH, HNO3, CuSO4, HgCl2, AgNO3, (NH4)2SO4, HCl, Pb-asetat, etanol, asam asetat, dan buffer asetat pH 4,7.
Prosedur Percobaan
Uji Millon. Sebanyak 5 tetes pereaksi Millon ditambahkan ke dalam 3 mL larutan protein, dipanaskan. Uji dilakukan terhadap larutan albumin 2%, gelatin 2%, kasein 2%, pepton 2%, dan fenol 2%.
Uji Hopkins-Cole. Sebanyak 2 mL larutan protein dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole dalam tabung reaksi. Ditambahkan 3 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung sehingga membentuk lapisan dari cairan. Didiamkan, setelah beberapa detik akan terbentuk cincin violet (ungu) pada pertemuan kedua lapisan cairan, apabila positif mengandung triptofan. Uji dilakukan terhadap larutan albumin 2%, gelatin 2%, kasein 2%, dan pepton 2%.
Uji Ninhidrin. Sebanyak 0.5 mL larutan ninhidrin 0.1% ditambahkan ke dalam 3 mL larutan protein. Dipanaskan selama 10 menit, diamati perubahan warna yang terjadi. Uji dilakukan terhadap larutan albumin 0.02%, gelatin 0.02%, kasein 0.02%, dan pepton 0.02%.
Uji belerang. Sebanyak 2 mL larutan protein ditambah 5 mL NaOH 10%, dipanaskan selama 5 menit. Kemudian ditambah 2 tetes larutan Pb-asetat 5%, pemanasan dilanjutkan, diamati warna yang terjadi. Uji dilakukan terhadap larutan albumin 0.02%, gelatin 0.02%, kasein 0.02%, dan pepton 0.02%.
Uji Xanthoproteat. Sebanyak 2 mL larutan protein ditambahkan 1 mL HNO3 pekat, dicampur, kemudian dipanaskan, diamati timbulnya warna kuning tua. Didinginkan, ditambahkan tetes demi tetes larutan NaOH pekat sampai larutan menjadi basa. Diamati perubahan yang terjadi. Uji dilakukan terhadap larutan albumin 2%, gelatin 2%, kasein 2%, pepton 2%, dan fenol 2%.
Uji Biuret. Sebanyak 3 mL larutan protein ditambah 1 mL NaOH 10% dan dikocok. Ditambahkan 1-3 tetes larutan CuSO4 0.1%. Diamati timbulnya warna.
Pada pengendapan protein oleh logam, oleh garam, oleh alkohol, uji koagulasi dan denaturasi protein. Kedalam 3 ml albumin ditambahkan 5 tetes larutan HgCl2 2%, percobaan diulangi dengan larutan Pb-asetat 5%, dan AgNO3 5%. Sepuluh ml larutan protein dijenuhkan dengan amonium sulfat yang ditambahkan sedikit demi sedikit, kemudian diaduk hingga mencapai titik jenuh dan disaring. Lalu diuji kelarutannnya dengan ditambahkan air, untuk endapan diuji dengan pereaksi Millon dan filtrat dengan pereaksi biuret. Ditambahkan 2 tetes asam asetat 1 M ke dalam tabung yang berisi 5 ml larutan protein, kemudian tabung tersebut diletakkan dalam air mendidih selama 5 menit. Lalu diambil endapan dengan batang pengaduk, untuk endapan diuji kelarutannya dengan air , sementara endapan dengan pereaksi Millon. Disiapkan 3 tabung reaksi, tabung pertama diisi campuran sebagai berikut ; 5 ml larutan albumin, 1 ml HCl 0,1 M dan 6 ml etanol 95%. Ke dalam tabung kedua dimasukkan5 ml larutan albumin, 1 ml NaOH 0,1 M dan 6 ml etanol 95%. Ke dalam tabung ketiga 5 ml larutan albumin, 1 ml buffer asetat ph 4,7 dan 6 ml etanol 95%.
Pada percobaan denaturasi protein siapkan 3 tabung reaksi, tabung reaksi pertama diisi 9 ml larutan albumin dan 1ml HCl 0,1 M, tabung reaksi kedua 9 ml larutan albumin dan 1 ml NaOH 0,1 M dan kedalam tabung reaksi ketiga ditambahkan hanya 1 ml buffer asetat pH 4,7.
Data dan Hasil Pengamatan
Tabel 1. berbagai uji kualitatif pada beberapa larutan protein
uji kualitatif protein
Keterangan:
(-)     = uji negative
(+)    = uji positf (Millon: larutan berwarna merah, terbentuk garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi; Hopkins-Cole: terbentuk cincin violet, adanya triptofan; Ninhidrin: terbentuk warna biru, khusus untuk prolin dan hidroksiprolin berwarna kuning; Belerang: terbentuk garam PbS berwarna hitam; Xanthoproteat: terbentuk warna kuning tua, adanya gugus benzena; dan Biuret: terbentuk warna violet).
Tabel 2. Pengaruh penambahan logam berat pada albumin
pengaruh penambahan logam berat
Keterangan: (+) = terbentuk endapan
Tabel 3. Pengendapan protein oleh garam (NH4)2SO4
pengendapan protein oleh garam



Tabel 4. Uji Koagulasi pada protein
uji koagulasi pada protein
Tabel 5. Pengendapan protein oleh alkohol
pengendapan protein oleh alkohol
Keterangan:
·         tabung I berisi 5 ml albumin, 1 ml HCl 0,1 M dan 6 ml etanol 95 %
·         tabung II berisi 5 ml albumin, 1 ml NaOH 0,1 M dan 6 ml etanol 95%
·         tabung III berisi 5 ml albumin, 1 ml buffer asetat pH 4,7 dan 6 ml etanol 95%
·         (+): Terbentuk endapan
·         (-): Tidak terbentuk endapan







Tabel 6. Denaturasi protein oleh penambahan berbagai senyawa

denaturasi protein oleh berbagai senyawa
Keterangan:
·         tabung I berisi 9 ml albumin, 1 ml HCl 0,1 M
·         tabung II berisi 9 ml albumin, 1 ml NaOH 0,1 M
·         tabung III berisi 1 ml buffer asetat pH 4,7
·         (+): Terbentuk endapan
·         (-): Tidak terbentuk endapan
Pembahasan
Pada berbagai uji kualitatif yang dilakukan terhadap beberapa macam protein, semuanya mengacu pada reaksi yang terjadi antara pereaksi dan komponen protein, yaitu asam amino tentunya. Beberapa asam amino mempunyai reaksi yang spesifik pada gugus R-nya, sehingga dari reaksi tersebut dapat diketahui komponen asam amino suatu protein.
Prinsip dari uji millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol pada gugus R-nya, yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon. Dari hasil percobaan, diketahui bahwa protein albumin dan kasein mengandung Tirosin sebagai salah asam amino penyusunnya, sedangkan gelatin dan pepton tidak. Fenol dalam hal ini digunakan sebagai bahan percobaan karena Tirosin memiliki molekul fenol pada gugus R-nya. Di sini, uji terhadap fenol negatif, walaupun secara teori tidak. Alasan yang mungkin untuk hal ini adalah kesalahan praktikan dalam bekerja.
Pada uji Hopkins cole, uji positif ditunjukkan oleh albumin, gelatin, kasein, dan pepton, dengan ditunjukkan oleh adanya cincin berwarna ungu. Uji ini spesifik untuk protein yang mengandung Triptofan. Triptofan akan berkondensasi dengan aldehid bila ada asam kuaat sehngga membentuk cincin berwarna ungu.
Protein yang mengandng sedikitnya satu gugus karboksil dan gugus asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk persenyawaan berwarna. Uji ini bersifat umum untuk semua asam amino, dan menjadi dasar penentuan kuantitatif asam amino. Pada uji ini, hanya kasein yang menunjukkan uji negatif terhadap ninhidrin. Hal ini disebabkan karena pada kasein tidak mengandung sedikitnya satu gugus karboksil dan amino yang terbuka.
Sistein dan Metionin merupakan asam amino yang mengandung atom S pada molekulnya.. Reaksi Pb-asetat dengan asam-asam amino tersebut akan membentuk endapan berwarna kelabu, yaitu garam PbS. Penambahan NaOH dalam hal ini adalah untuk mendenaturasikan protein sehingga ikatan yang menghubungkan atom S dapat terputus oleh Pb-asetat membentuk PbS. Dari semua bahan yang diuji, hanya albumin yang membentuk endapan PbS, sehingga dapat disimpulkan albumin mengandung Sistein ataupun Metionin.
Inti benzena dapat ternitrasi oleh asam nitrat pekat menghasilkan turunan nitrobenzena. Fenilalanin, Tirosin, dan Triptofan yang mengandung inti benzena pada molekulnya juga mengalami reaksi dengan HNO3 pekat. Untuk perbandingan, dapat ditunjukkan oleh fenol yang bereaksi membentuk nitrobenzena. Hasil uji menunjukkan bahwa dari semua bahan, hanya kasein yang tidak mengandung asam amino yang mempunyai inti benzena pada molekulnya. Tetapi hal ini patut dipertanyakan, karena dari data-data yang diperoleh pada uji millon dan uji Hopkins cole, kasein mengandung tirosin dan triptofan. Salah satu alasan yang mungkin adalah karena kesalahan kerja praktikan dalam mengamati warna yang terbentuk selama reaksi.
Pada uji biuret, semua protein yang diujikan memberikan hasil positif. Biuret bereaksi dengan membentuk senyawa kompleks Cu dengan gugus -CO dan -NH pada asam amino dalam protein. Fenol tidak bereaksi dengan biuret karena tidak mempunyai gugus -CO dan -NH pada molekulnya.
Protein yang tercampur oleh senyawa logam berat akan terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin yang terkoagulasi setelah ditambahkan AgNO3 dan Pb-asetat. Senyawa-senyawa logam tersebut akan memutuskan jembatan garam dan berikatan dengan protein membentuk endapan logam proteinat. Protein juga mengendap bila terdapat garam-garam anorganik dengan konsentrasi yang tinggi dalam larutan protein. Berbeda dengan logam berat, garam-garam anorganik mengendapkan protein karena kemampuan ion garam terhidrasi sehingga berkompetisi dengan protein untuk mengikat air. Pada percobaan, endapan yang direaksikan dengan pereaksi millon memberikan warna merah muda, dan filtrat yang direaksikan dengan biuret berwarna biru muda. Hal ini berarti ada sebagian protein yang mengendap setelah ditambahkan garam.
Pada uji koagulasi, endapan albumin yang terjadi setelah penambahan asam asetat, bila direaksikan dengan pereaksi millon memberikan hasil positif. Hal ini menunjukkan bahwa endapan tersebut masih bersifat sebagai protein, hanya saja telah terjadi perrubahan struktur tersier ataupun kwartener, sehingga protein tersebut mengendap. Perubahan struktur tesier albumin ini tidak dapat diubah kembali ke bentuk semula, ini bisa dilihat dari tidak larutnya endapan albumin itu dalam air.
Pada uji pengendapan oleh alkohol, hanya tabung-tabung yang mengandung asam (ber-pH rendah) yang menunjukkan pengendapan protein. Pada protein, ujung C asam amino yang terbuka dapat bereaksi dengan alkohol dalam suasana asam membentuk senyawa protein ester. Pembentukan ester ini ditunjukkan oleh adanya endapan yang terbentuk.
Protein akan terdenaturasi atau mengendap bila berada pada titik isolistriknya, yaitu pH dimana jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatifnya. Pada uji denaturasi, protein yang dilarutkan dalam buffer asetat pH 4,7 menunjukkan adanya endapan. Protein yang dilarutkan dalam HCl maupun NaOH, keduanya tidak menunjukkan adanya pengendapan, namun setelah ditambahkan buffer asetat dengan volume berlebih, protein pun mengendap hal ini menunjukkan bahwa protein albumin mengendap pada titik isolistriknya, yaitu sekitar pH 4,7.
Kesimpulan
Protein dan asam amino memberikan reaksi yang bersifat khas, bukan hanya bagi gugus amino dan gugus karboksil bebas, tetapi juga bagi gugus R yang terkandung di dalamnya. Protein dapat bereaksi dengan pereaksi-pereaksi lain seperti juga asam amino yang menjadi penyusunnya. Protein dapat mengendap atau terdenaturasi oleh logam berat, garam-garam anorganik, rusaknya struktur tersier dan kwartener, serta karena berada pada titik isolistriknya.
3.LEMAK/MINYAK
1.      Pengertian Lemak/ Minyak
Lipid (dari kata yunani Lipos. Lemak) merupakan penyusun tumbuhan atau hewan yang dicerikan oleh sifat kelarutannya. Terutama lipid tidak bisa larut dalam air, tetapi larut dalam larutan non polar seperti eter.
(Hart, 2003)

      Lemak atau minyak ialah triester dari gliserol dan disebut trigliserida. Bila minyak atau lemak dididihkan dengan alkali, kemudian mengasamkan larutan yang dihasilakan, maka akan didapatkan (gliserol dan campuran asam lemak. Reaksi ini disebut penyabunan.

      Lemak/minyak merupakan asam karboksilat/asam alkanoat jenuh alifatis (tidak terdapat ikatan rangkap C=C dalam rantai alkilnya, rantai lurus, panjang tak bercabang) dengan gugus utama –COOH dalam bentuk ester/gliserida yaitu sesuatu jenis asam lemak atau beberapa jenis asam lemak dengan gliserol suku tinggi.
      Lemak/ minyak ialah trigliserida, yaitu trimester dari dliserol. Asam lemak ialah asam yang diperoleh dari proses penyabunan lemak/ minyak.
      Minyak / lemak merupakan lipida yang banyak terdapat di alam. Minyak merupakan senyawa turunan ester dari gliserol dan asam lemak. Struktur umumnya adalah :
2.   
CH2-O-C-R1

CH-O–C–R2 

CH2–O–C–R3 
      R1,R2, R3 adalah gugus alkil mungkin saja sama atau juga beda. Gugus alkil tersebut dibedakan sebagai gugus alkil jenuh (tidak terdapat ikanatanrangkap) dan tidak jenuh (terdapat ikan rangkap).
      Lemak adalah suatu gliserida dan merupakan suatu ester. Apabila ester ini bereaksi dengan basa maka akan terjadi saponifikasi yaitu proses terbentuknya sabun dengan residu gliserol. Sabun dalam air akan bersifat basa. Sabun ( R COONa atau R COOK ) mempunyai bagian yang bersifat hidrofil (- COO -) dan bagian yang bersifat hidrofob (R – atau alkil). Bagian karboksil menuju air dan menghasilkan buih (kecuali pada air sadah), sedangkan alkil (R -) menjauhi air dan membelah molekul atau kotoran (flok) menjadi partikel yang lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi atau suatu lapisan film dengan kotoran. Air adalah senyawa polar sedangkan minyak adalah senyawa non polar, jadi keduanya sukar bercampur oleh karena itu emulsinya mudah pecah. Untuk memantapkan suatu emulsi perlu ditambahkan suatu zat emulgator atau zat pemantap, antara lain ;
1.    Ca Butirat, Ethanol.
2.    Senyawa pembentuk sel liofil,protein, gum, dan gelatin.
3.    Garam Fe, BaOH, SO4, Fe(OH)SO4, PbSO4, Fe2O3, Tanah liat, CaCO3, dll.
      Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6). Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya.
(Wikipedia Indonesia /23/05/09)
      Asam lemak, bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida.

 Sifat Lemak/ Minyak
Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27° Celsius). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut.
Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi). Karena itu, dikenal istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak.
Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua bentuk: cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis (dilambangkan dengan "Z", singkatan dari bahasa Jerman zusammen). Asam lemak bentuk trans (trans fatty acid, dilambangkan dengan "E", singkatan dari bahasa Jerman entgegen) hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis. Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan rantainya tetap relatif lurus.

Ketengikan (Ingg. rancidity) terjadi karena asam lemak pada suhu ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau keton, serta sedikit epoksi dan alkohol (alkanol). Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari berbagai produk ini.. Penamaan Asam Lemak
      Beberapa aturan penamaan dan simbol telah dibuat untuk menunjukkan karakteristik suatu asam lemak.

      Nama sistematik dibuat untuk menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya (lihat asam alkanoat). Angka di depan nama menunjukkan posisi ikatan ganda setelah atom pada posisi tersebut. Contoh: asam 9-dekanoat, adalah asam dengan 10 atom C dan satu ikatan ganda setelah atom C ke-9 dari pangkal (gugus karboksil). Nama lebih lengkap diberikan dengan memberi tanda delta (Δ) di depan bilangan posisi ikatan ganda. Contoh: asam Δ9-dekanoat.

      Simbol C diikuti angka menunjukkan banyaknya atom C yang menyusunnya; angka di belakang titikdua menunjukkan banyaknya ikatan ganda di antara rantai C-nya). Contoh: C18:1, berarti asam lemak berantai C sebanyak 18 dengan satu ikatan ganda.
Lambang omega (ω) menunjukkan posisi ikatan ganda dihitung dari ujung (atom C gugus metil).

4. Biosintesis asam lemak
Pada daun hijau tumbuhan, asam lemak diproduksi di kloroplas. Pada bagian lain tumbuhan dan pada sel hewan (dan manusia), asam lemak dibuat di sitosol. Proses esterifikasi (pengikatan menjadi lipida) umumnya terjadi pada sitoplasma, dan minyak (atau lemak) disimpan pada oleosom. Banyak spesies tanaman menyimpan lemak pada bijinya (biasanya pada bagian kotiledon) yang ditransfer dari daun dan organ berkloroplas lain. Beberapa tanaman penghasil lemak terpenting adalah kedelai, kapas, kacang tanah, jarak, raps/kanola, kelapa, kelapa sawit, jagung dan zaitun.
Proses biokimia sintesis asam lemak pada hewan dan tumbuhan relatif sama. Berbeda dengan tumbuhan, yang mampu membuat sendiri kebutuhan asam lemaknya, hewan kadang kala tidak mampu memproduksi atau mencukupi kebutuhan asam lemak tertentu. Asam lemak yang harus dipasok dari luar ini dikenal sebagai asam lemak esensial karena tidak memiliki enzim untuk menghasilkannya.
Biosintesis asam lemak alami merupakan cabang dari daur Calvin, yang memproduksi glukosa dan asetil-KoA. Proses berikut ini terjadi pada daun hijau tumbuh-tumbuhan dan memiliki sejumlah variasi.
Kompleks-enzim asilsintase III (KAS-III) memadukan malonil-ACP (3C) dan asetil-KoA (2C) menjadi butiril-ACP (4C) melalui empat tahap (kondensasi, reduksi, dehidrasi, reduksi) yang masing-masing memiliki enzim tersendiri.
Pemanjangan selanjutnya dilakukan secara bertahap, 2C setiap tahapnya, menggunakan malonil-KoA, oleh KAS-I atau KAS-IV. KAS-I melakukan pemanjangan hingga 16C, sementara KAS-IV hanya mencapai 10C. Mulai dari 8C, di setiap tahap pemanjangan gugus ACP dapat dilepas oleh enzim tioesterase untuk menghasilkan asam lemak jenuh bebas dan ACP. Asam lemak bebas ini kemudian dikeluarkan dari kloroplas untuk diproses lebih lanjut di sitoplasma, yang dapat berupa pembentukan ikatan ganda atau esterifikasi dengan gliserol menjadi trigliserida (minyak atau lemak).
Pemanjangan lebih lanjut hanya terjadi bila terdapat KAS-II di kloroplas, yang memanjangkan palmitil-ACP (16C) menjadi stearil-ACP (18C). Enzim Δ9-desaturase kemudian membentuk ikatan ganda, menghasilkan oleil-ACP. Enzim tioesterase lalu melepas gugus ACP dari oleat. Selanjutnya, oleat keluar dari kloroplas untuk mengalami perpanjangan lebih lanjut.
(Wikipedia Indonesia /23/05/09)

Fungsi Lemak
Begituh banyak fungsi dari lemak itu sendiri, diantaranya adalah sebagai pembangun sel. Lemak adalah bagian penting dari membran yang membungkus setiap sel di tubuh kita. Tanpa membran sel yang sehat, bagian lain dari sel tidak dapat berfungsi.
Sumber energi. Lemak adalah makanan sumber energi yang paling efisien. Setiap gram lemak menyediakan 9 kalori energi, sedangkan karbohodrat dan protein memberi 4 kalori.

Melindungi organ. Banyak organ vital seperti ginjal, jantung, dan usus dilindungi oleh lemak dengan memberinya bantalan agar terhindar dari luka dan menahan agar tetap pada tempatnya. 

Pembangun hormon. Lemak adalah unsur pembangun sebagian senyawa terpenting bagi tubuh, termasuk prostaglandin, senyawa semacam hormon yang mengatur banyak fungsi tubuh. Lemak mengatur produksi hormon seks.

Pembangun otak. Lemak menyediakan komponen penyusun tidak hanya bagi membran sel otak, tapi juga myelin, 'jaket' lemak yang menyelimuti tiap serat syaraf, yang membuatnya mampu menghantar pesan dengan lebih cepat. 


.Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g lemak. Untuk menetralkan 1 molekul gliserida diperlukan 3 molekul alkali:

R1 C OOCH2 R1COOK HO C H2
│ + │ 
R1 C OOCH + 3 KOH → R2COOK + HO C H
│ + │
R3COOCH2 R3COOK HOCH2

Pada trigliserida dengan asam lemak yang rantai C-nya pendek, akan didapat bilangan penyabunan yang lebih tinggi daripada asam lemak dengan rantai C panjang. Mentega yang kadar butiratnya tinggi mempunyai bilangan penyabunan yang paling tinggi.

Titrasi Redoks
Merupakan titrasi yang meliputi hamper semua reaksi oksidasi dan reduksi. Oksidasi mengacu pada setiap perubahan reaksi kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi. Reduksi adalah penurunan biloks. Reaksi redoks dapat dilakukan untuk analisis volumetri asalkan keseimbangan yang tercapai setiap penambahan titrat dapat berlangsung dengan cepat.
(Rival. 1995)

Pengenceran
Pengenceran merupakan proses mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan menambah suatu pelarut, sehingga diperooleh volume akhir yang lebih besar dengan konsentrasi larutan yang lebih rendah. Pada proses ini, volume dan kemolaran berubah. Jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Maka diperoleh persamaan:

M1 . V1 = M2 . V2
M1 : Konsentarsi awal
M2 : Konsentarasi setelah pengenceran
V1 : Volume benda
V2 : Volume setelah pengenceran
(Khopkar. 1990)

Analisa Bahan 
1.    Alkohol 
a.    Pegertian Alkohol
Alkohol dan eter merupakan senyawa-senyawa organik yang mengandung atom oksigen yang berikatan tunggal. Kedudukan atom oksigen didalam alkohol dan eter mirip dengan kedudukan atom oksigen yang terikat pada molekul air. Oleh karena itu dapat dikatakan struktur alkohol adalah sama dengan struktur air, dimana satu atom H pada air diganti dengan R. sedangkan struktur eter adalah sama dengan struktur air dimana kedua atom H pada air diganti dengan R.
H-O-H R-O-H R-O-R
Air Alkohol Eter
      Gugus R pada alkohol dan eter dapat berbentuk alkil atau aril. Oleh karena itu, kedua golongan senyawa ini sangat luas dijumpai. Baik dari hasil sintesis maupun yang terjadi secara alami. Alkohol dan eter merupakan isomer, maksudnya alkohol dan eter yang mempunyai rumus molekul sama, tetapi mempunyai struktur yang berbeda sehingga rumus molekul umum alkohol dan eter adalah sama, yaitu C2 H2O + 2O CH3CH3-O-H CH3-O-CH3

Metanol Dimetil eter
      Bila diperhatikan metanol dan dimetil eter diatas mempunyai rumus struktur yang berbeda, tetapi rumus molekulnya sama : C2H6O.
Gugus alkil pada alkohol boleh alifatik, boleh siklik. Namun yang biasa disebut alkohol adalah yang mempunyai gugus alkil (R) alifatik. Oleh karena itu, bila dikaitkan dengan alkanci, maka penamaan alkohol adalah mirip dengan alkana, dimana akhiran pada alkana diganti dengan ol pada alkohol dumus molekul alkohol atau alkanol adalah C2H2O + 2O 

b.  Penggolongan Alkohol
berdasarkan struktur alkohol dapat terbagi menjadi tiga golongan yang didasarkan pada atom karbon yang mengikat gugus hidroksil :
1.    Alkohol primer adalah alkohol dimana gugus hidroksil (-OH) terikat pada atom karbon yang merugikan satu atom karbon yang lain.
2.    Alkohol sekunder adalah alkohol dimana gugus hidroksil (-OH) terikat pada atom karbon yang mengikat 2 atom karbon yang lain
3.    Alkohol tersier adalah alkohol dimana gugus hidroksil (-OH) terikat pada atom karbon yang mengikat tiga atom karbon yang lain.
Sifat-sifat fisika dan kimia alkohol sering kali tergantung pada penggolongan tersebut.


c. Sifat Alkohol
Sifat fisika : alkohol mendidih pada temperatur yang cukup lebih tinggi dibandingkan hidrokarbon oleh asosiasi molekul-molekul alkohol lewat ikatan hidrogen (garis putus-putus menunjukkan ikatan hidrogen Hu).

2. HCl
Larutan yang berwarna jernih tak berwarna baunya merangsang hidung, titik didih 850 C titik beku -1100 C termasuk asam kuat.

Aquadest
Air murni hasil dari penyulingan memiliki titik didih1000 C titik beku 00 C rumus molekulnya dalah H2O tidak berwarna sifatnya netral, dan sebagai pelarut.

NaOH
Termasuk basa kuat padatan putih larut dalam air membesarkan kalor dan dapat merusak kulit.


Uji Kelarutan Minyak dan Lemak
Pada percobaan diatas, semua bahan diuji secara organoleptis yaitu uji yang meliputi panca indera, dalam hal ini adalah penglihatan. Pada uji kelarutan minyak ikan dengan air, saat minyak ikan ditambahkan sebanyak 1 tetes pada aquades (Tb. 2) minyak tidak bisa laruta dalam air karena air adalah senyawa polar, sementara minyak senyawa non polar. 
Pada uji kelarutan minyak ikan dengan alkohol, saat minyak ikan ditambahkan sebanyak 1 tetes pada alcohol terjadi kelarutan tetapi tidak sempurna masih terlihat pemisahan antara minyak ikan dengan alkokoh hal ini disebabkan karena alcohol (ROH)/ (CH2OH) “R” adalah gugus alkil masih memiliki kesamaan rumus kimia dengan air (H2O). dimana pada tabung 2 (air dengan minyak) tidak terjadi kelarutan.
Sementara pada uji kelarutan minyak ikan dengan etanol (CH3CH2OH) terjadi kelarutan sempurna dibuktikan dengan terlihatnya larutan yang koloid tidak terilihat ada pemisahan. Hal ini dikarenakan etanol merupakan zat pelarut yang baik. alasan selanjutnya terlihat dari rimus kimiannya terdapat du gugus alkil (etil alcohol) sehingga apa bila terjadi reaksi gugus alkil yangpaling luar lebih mudah untuk lepas sehingga terjadila ikatan kimia.

Kesimpulan
Setelah melakukan peraktikum biokimia dapat disimpulkan bahwa lemak atau minyak ialah suatu ester asam lemak dengan gliserol dan gliserol adalah suatu trihidoksi alcohol.
Dengan menggunakan rumus dibawah ini, kita bisa mengetahui bahwa melakukan penyabunan 1 gram minyak/ lemak dibutuhkan sekian gram KOH yang dibutuhkan.
Kemudian minyak atau lemak tidak bisa laruta dalam air karena air adalah senyawa polar, sementara minyak senyawa non polar, serta minyak/ lemak dapat larut apabila dicampurkan dengan senyawa etanol.

Saran
Diharapkan untuk pelaksanaan paktikum selanjutnya praktikan lebih mempersiapkan dalam penguasaan konsep raktikum, alat, serta bahan yang diperlukan dalam praktimun. 



4. Analisis kadar Air
Analisis kadar air menggunakan pengering oven merupakann cara analisis yang paling banyak digunakan karena relatif sederhana. namun demikian, sering ada kesalahan yang diabaikan penelitia yaitu:
  1. Jika suhu oven yang digunakan lebih kecil dari yang seharusnya (105 C) dapat mengakibatkan tidak semua air dalam contoh teruapkan sehingga dapat menyebabkan kadar air yang diperoleh lebih kecil dari yang seharusnya.
  2. Jika suhu oven lebih besar dari yang seharusnya dapat menyebakan kadar air lebih tinggi karena tidak hanya air yang teruapkan akan tetapi minyak atsiri yang mudah menguappun ikut teruapkan
  3. Neraca analtik tidak terkalibrasi juga suhu oven
sudahkan alat-alat di laboratorium anda terkalibrasi?
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
Kadar Air bubuk cokelat yang dihasilkan berkisar antara 3,00 % - 4, 85 %, Rata-rata kadar air bubuk cokelat yaitu 3,81 % (Lampiran 4a). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4b) menunjukkan bahwa waktu fermentasi (F) dan lama pengeringan (K) berpengaruh sangat nyata (P≤ 0,01) terhadap kadar air bubuk cokelat yang dihasilkan, sedangkan faktor interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata (P>0,01)
.https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHqRpKP1LaklqAKzxGgeYp55nyoqHWJFGTdPLko7i2WH2aqKAZIanF1Jx_LDRe66c_ODg4FmlCyHDTB-UvpjATGMRdvHcvwC6pn9T2SSEa1TPPTbzELlaQ2qpjLYiBd1Ld8fubPwvyqAnD/s320/1.jpg
Gambar 9a. Pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar air bubuk cokelat BNT 0,01=0,14, KK=5,23 (notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata faktor waktu fermentasi).
Hasil uji lanjut BNT0,01 (Gambar 9a) menunjukkan bahwa perlakuan waktu fermentasi memberikan kadar air yang berbeda sangat nyata (P≤ 0.01) terhadap bubuk cokelat yang dihasilkan. Perlakuan waktu fermentasi 3 hari kadar air bubuk cokelat yang diperoleh adalah 3,58 % (kadar air bubuk cokelat terendah), dan waktu fermentasi 5 hari diperoleh kadar airnya 3,75 %, sedangkan 7 hari memberikan kadar air bubuk cokelat tertinggi yaitu 4,11 %.
Kadar air bubuk cokelat yang dihasilkan cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya waktu fermentasi. Pada awal fermentasi sekitar 48 jam, pada biji yang difermentasi terjadi reaksi penguraian gula invert dan air menghasilkan etanol dan CO2, kemudian pemecahan etanol menjadi asam laktat dan air. Hal ini menyebabkan selama berlangsungnya waktu fermentasi terjadi peningkatan kadar air dalam biji cokelat. Menurut Buckle (1987) sifat-sifat bahan hasil fermentasi ditentukan oleh mutu bahan pangan dan sifat-sifat asal bahan pangan itu sendiri, serta perubahan yang terjadi setelah fermentasi merupakan hasil fermentasi. Fermentasi oleh mikroorganisme yang dikehendaki memberi flavor, bentuk yang bagus (bouquet ) dan tekstur bahanpangan yang difermentasi. Waktu fermentasi adalah salah satu faktor terpenting penyebab meningkatnya kadar air sehingga dengan meningkatnya waktu fermentasi maka kadar air dalam bubuk coklat akan meningkat pula (Mulato, 2003).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiELAsNgWFkoTxWflbHp2SyYFIlMPGagDkYmk0iG4_npgwgOJuIT3y_Xo166f2NOHTVVIHCHK2U0QU9CStlReLQx8Q9fshD3dmj8fyF5APZWIWGM2i6T1N6SEFUA2IWFDwM6yqS8KINLfaP/s320/2.jpg
Gambar 9b. Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air bubuk cokelat BNT 0,01=0,14, KK=5,23 (notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata faktor lama pengeringan).
Hasil uji lanjut BNT0,01 (Gambar 9b) menunjukkan bahwa kadar air bubuk cokelat antara satu perlakuan lama pengeringan dengan perlakuan lama pengeringan lainnya berbeda sangat nyata (P≤0,01). Pada lama pengeringan 2 hari diperoleh kadar air bubuk cokelat tertinggi yaitu 4,48%, lama pengeringan 3 hari dihasilkan kadar air sebesar 3,65%, sedangkan lama pengeringan 4 hari dihasilkan kadar air terendah yaitu 3,30%.
pengeringan. Wirakartakusumah et al. (1992) menyatakan bahwa proses pengeringan sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan. Pengeringan dengan menggunakan suhu yang tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata yaitu bagian luar kering sedangkan bagian dalam masih banyak mengandung air (Buckle et al., 1988; Muchtadi et al., 1992). Menurut Earle (1981) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah : (a). Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air), (b). Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan). (c). Sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara). (d). Karakteristik alat pengering (Efisiensi Pada gambar terlihat bahwa kadar air cenderung menurun dengan meningkatnya lama pemindahan panas).

 Pengujian Kadar Air dalam Sampel Tahu

Prinsip
ü  Kadar air (metode oven)
Kehilangan bobot pada pemanasan 105C dianggap sebagai kadar air yang terdapat pada contoh
ü  Kadar Protein (metode formol)
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol.

Prosedur 
1.  Kadar Air
a.      Siapkan cawan kosong, dikeringkan dalam oven 15 menit, didnginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang (a g)
b.      Timbang dengan segera 2-5 g sampel dalam cawan kosong tadi. (b g)
c.       Cawan + bahan di oven selama 6 jam
d.  Pindahkan cawan dalam eksikator, setelah dingin ditimabng. Pemansan dan penimbangan dilakukan sampai diperoleh berat konstan (c g)
% kadar air           = b/c x 100%
   b/a
2.  Protein metode formaldehid
a.         Menyiapkan 2 g bahan dan masukan ke dalam Erlenmeyer.
b.      Menambahkan 20 mL aquades, 0,4 ml Kalium Oksalat jenuh dan 1 ml indikator PP, diamkan selama 2 menit.
c.         Titrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi berakhir hingga sampel berwarna merah muda.
d.        Menambahkan 2 ml formaldehid.
e.      Titrasi kembali dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Titik titrasi berakhir hingga sampel berwarna merah muda.
f.          Mencatat volume titrasi.
g.         Membuat tirasi blanko
h.         Titrasi terkoreksi, yaitu titrasi kedua-titrasi blanko.
K. Protein terlarut            = ml titrasi x 0.1 x 14.008 x 100%
                                              mg sampel
% Protein                   = % Nitrogen x 100%

Pembahasan
1.    Kadar Air
Penentuan kadar air cara pengeringan ini memilliki prinsip menguapkan air dalam bahan dengan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan, yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah untuk dilakukan. Metode oven ini digunakan/ dipilih berdasarkan sifat bahan yang diuji. Metode pengeringan digunakan untuk sampel uji yang diduga atau diyakini bahan tersebut tidak banyak mengandung komponen kimia lainnya yang bersifat mudah menguap (volatile). Metode pengeringan tidak cocok digunakan untuk sampel uji yang banyak mengandung zat yang mudah menguap., karena hasil uji akan lebih besar dari yang sebenarnya.
Penetapan kadar air yang didasarkan pada proses pemisahan air dari komponen lain dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran partikel bahan, suhu pengeringan, kondisi fisika-kimia air di dalam bahan, waktu pengeringan, dan pengguanaan/ pencampuran dengan bahan atau zat stimulan tertentu.
Luas permukaan partikel bahan yang semakin besar (luas) akan semakin memudahkan menguapnya air yang terkandung dalam bahan ketika dikeringkan. Luas permukaan bahan dapat diperluas dengan cara memperkecil ukuran partikelnya. Tahapan penyiapan sampel uji harus benar, selain homogen juga partikel bahan diusahakan sekecil mungkin agar air dalam bahan mudah menguap.
Dalam praktikum ini, bahan yang dianalisa kadar airnya adalah sampel tahu. Suhu pengeringan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah 105°C dengan waktu pengeringan selama 3 jam. Asumsi dasarnya adalah bahwa air bertitik didih 100°C, sehingga dengan pemanasan 5°C di atas suhu didih air, diharapkan semua air dalam bahan dapat diuapkan. Namun, patokan metode tersebut tidak dapat digunakan untuk bahan yang dianalisa dalam praktikum ini. Produk tahu dianalisa kadar airnya pada suhu pengeringan 105°C selama 6 jam. Hal ini dikarenakan dalam bahan tahu, mengandung air cukup banyak sehingga diperlukan wanktu pengeringan yang cukup lama.
Tahu termasuk bahan makanan yang berkadar air tinggi. Besarnya kadar air dipengaruhi oleh bahan penggumpal yang dipakai pada saat pembuatan tahu. Bahan penggumpal asam mengasilkan tahu dengan kadar air lebih tinggi dibanding garam kalsium, meskipun kadar protein perberat kering tahu hampir tak berbeda.(Lu dkk,1980)
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan accettability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut. Fungsi air dalam bahan pangan antara lain,
ü  Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan
ü  Air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya tahan pangan. Kerusakan bahan makanan seperti pembusukan oleh mikroba ditentukan oleh air yang ada dalam makanan. Reaksi kimia seperti oksidasi lemak dipengaruhi oleh jumlah air dalam  bahan
ü  Air dalam bahan makanan  menentukan komposisi yang menentukan kualitas bahan makanan tersebut

KADAR ABU
          Abu adalah zat organic sisa hasil pembakaran suatu bahan organic. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macan bahan dan cara pengabuanya. Beberapa contoh kadar air abu dalam beberapa contoh kadar abu dalam beberapa bahan dapat di lihat pada table brikut ini:
Kadar abu ada hubunganya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organic dan garam anorganik. Yang termasuk dalam garam organic misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, pektat. Sedngkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat.

          Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan komplek yang bersifat organis. Apabila akan di tentukan jumlah mineralnya dakam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya di lakukan dengan menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut yang di kenal dengan pengabuan.

          Penentuan abu total dapat di gunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:
untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pegolahan. Misalnya pada proses penggilingan gandum di harapkan dapat di pisahkan antara bagian endosperm dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terilut dalam endosperm maka tepung gandum yang di hasilkan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi.

          untuk mengetahiu jenis bahan yang di gunakan. Penentuan kadar abu dapat di gunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly atau marmellade. Kandungan abu juga dapat di pakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukan adanya pasir atau kotoran yang lain.
Penentuan abu total dapat di kerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung.

1. penentuan abu secara langsung (cara kering)
          penentuan kadar abu adalah dengan pengoksidasikan semua zat organic pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 550-600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sampel yang akan diabukan di timbang sejumlah tertentu tergantung macam bahayanya. Beberapa contoh bahan dan jumlah berat yang di perlukan dapat di lihat pada table berikut.
          Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan lebih dahulu. Bahan yang mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan di lakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asam hilang. Baru kemudian dinaikan suhunya sesuai dengan yang di kehendaki. Sedangkan untuk bahan yang membentuk buih waktu di panaskan harus di keringkan dahulu dalam oven dan di tabahkan zat anti buih misalnya olive atau paraffin.

         Bahan yang akan di abukan di tempatkan dalam wadah khusus yang di sebut krus yang dapat terbuat dari porselin, silica, quarzt, nikel atau platina dengan berbagai kapasitas (25-100 ml). Pemilihan wadah ini di sesuaikan dengan bahan yang akan di abukan.

          Bahan yang bersifat asam misalnya buah-buahan di sarankan mengunakan krus porselin yang bagian dalamnya di lapisi silica. Sebab bila tidak di lapisi akan terjadi pengikisan oleh zat asam tersebut. Wadah yang terbuat dari nikel tidak di anjurkan karena dapat bereaksi dengan bahan membentuk nikel karbonil bila produk banyak mengandung karbon.

          Penggunaan krus porselin sangat luas, karena dapat mencapai berat konstan yang cepat dan murah tetapi mempunyai kelemahan sebab mudah pecah pada perubahan suhu yang mendadak. Penggunaan krus dari besi atau nikel umumnya untuk analisa abu dengan sample dalam jumlah yang besar. Krus dari gelas vicor atau quarzt juga dapat di gunakan dan dapat di panaskan sampai 900oC dan tahan terhadap asam dan beberapa bahan kimia umumnya kecuali basa. Sedangkan bahan yang bersifat basis dapat menggunakan krus yang terbuat dari platina.

          Temperatur pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak element abu yang dapat menguap pada suhu yang tingi. Misalnya unsusr K, Na, S, Ca, Cl, P. selain itu suhu pengabuan juga dapat menyebabkan dekoposisi senyawa tertentu misalnya K2CO3 ; CaCO3 , MgCO3. menurut whichman (1940-1941) K2CO3 terdekomposisi pada suhu 700oC, CaCO3 terdekomposisi pada 600-650 oC sedangkan MgCO3 terdekomposisi pada suhu 300-400oC. tetapi bila ketiga garam tersebut berada bersama-sama akan membentuk senyawa karbonat kompleks yang lebih stabil.
          Mengingat adanya berbagai komponen abu yang mudah mengalami dekomposisi dan bahkan menguap pada suhu yang tinggi maka suhhu pengabuan untuk tiap-tiap bahan berbeda-beda terkantung komponen yang ada dalam bshsn tersebut.

          Pengabuan di lakukan dengan muffle yang dapat di atur suhunya, tetapi bila tidak tersedia dapat mengunakan pemanas Bunsen. Bils menggunakan Bunsen sulit di ketahui ataupun sulit di kendalikan suhhunya untuk ini dapat di gunakan pengamatan secara visual yaitu kelihatan membara merah berarti suhu lebih kurang 550 oC (bila mengunakan krus porselin) kadang kala pada proses pengabuan terlihat bahan hasil pengabuan berwarna putih abu-abu dengan bagian tengahnya terdapat noda hitam, ini menunjukan pengabuaan belum sempurna maka perlu di abukan lagi sampai noda hitam hilang dan di peroleh abu yang berwarna putih keabu-abuan (abu ini tidak selalu abu-abu atau putih tetapi ada juga yang berwarna kehijauan, kemerah-merahan)
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar anara 2-8 jam. Pengabuan di anggap selesai apabila di peroleh pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan selama 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu maka krus yang berisi abu yang di ambil dari dalam muffle harus lebih dahulu di masukan ke dalam oven bersuhu 105oC agar supaya suhunya turun, baru kemudian di masukan ke dalam eksikator sampai dingin. Eksikator yang di gunakan harus di lengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silica gel atau kapur aktif atau kalsium klorida, sodium hidroksida. Agar supaya eksikator dapat mudah di geser tutupnya maka permukaan gelas di olesi dengan vaselin.
a.    Pengabuan sering memerlukan waktu cukup lama untuk mempercepat pengabuan dapat di tempuh berbagai cara, antara laian ;
mencampur bahan dengan pasir kwarsa murni sebelum pengabuan. Hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan dan mempertinggi porositas sample sehingga kontak antara sample dengan oksigen selam proses pengabuan akan di perbesar. Dengan demikian oksidasi zat-zat organic akan berjalan dengan lebih baik dan cepat sehingga waktu pengabuan dapat di percepat.
b.    menambahkan campuran gliserol-alkohol ke dalam sample sebelum di abukan. Pada waktu di panaskan akan terbentuk suatu kerak yang poreous, hal ini di sebabkan Karena gliserol-alkohol yang di tambahkan akan di oksidasikan dalam waktu yang sangat cepat pada suhu yang tinggi. Dengan demikian maka oksidasi bahan menjadi lebih cepat.
c.    menambahkan hydrogen peroksida pada sample sebelum pengabuan dapat pula mempercepat proses pengabuan karena peroksida dapat membantu proses oksidasi bahan.

2. penentuan kadar abu secara tidak langsung. (cara basah)
pengabuan basah terutama di gunakan untuk digesti sample dalam usaha penentuan trace element dan logam logam beracun. Berbagai cara yang di tempuh untuk memperbaiki cara kering yang biasanya memerlukan waktu yang lama serta adanya kehilangan adanya pemakaian suhu tinggi yaitu antara lain dengan pengabuan cara basah ini. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum di lakukan pengabuan. Berbagai bahan kimia yang sering di gunakan untuk pengabuan basah ini dapat di sebutkan sebagai berikut;
a.    asam sulfat sering di tambahkan ke dalam sample untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Assam sulfat merupakan bahan pengoksidasi yang kuat meskipun demikian waktu yang di perlukan untuk pengabuan masih cukup lama.
b.    campuran asam sulfat dan potassium sulfat dapat di pergunakan untuk mempercepat dekomposisi sample. Potasium sulfat akan menaikan titik didih asam sulfat sehingga suhu pengabuan dapat di pertinggi dan pengabuan akan lebih cepat.
c.    campuran asam sulfat, asam nitrat banyak di gunakan untuk mempercepat proses pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu degesti bahan yaitu pada suhu 350oC. dengan demikian komponen yang dapat menguap atau terdekomposisi pada suhu tinggi dapat tetap di pertahankan dalam abu yang berarti penentuan kadar abu yang lebih baik.
d.    penggunaan asam perkhlorat dan asam nitrat dapat di gunakan untuk bahan yang sangat sukit mengalami oksidasi. Dengan perkhlorat yang merupakan oksidator yang sangat lebih memungkinkan pengabuan lebih di percepat. Kelemahan perkhlorat ini adalah bersifat ekplosive atau mudah meledak sehingga cukup berbahaya. Untuk itu sangat hati-hati dalam penggunaanya. Pengabuan dengan perkhlorat dan asam nitrat ini dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam 10 menit sudah dapat di selesaikan.
Penentuan kadar abu yang tidak larut alam asam di lakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida 10 %. Setelah di aduk kemudian di panaskan selanjutnya di saring dengan kertas whatman no 52. residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri ats pasir dan silica. Apabila abu banyak mengandung abu jenis ini maka dapat di perkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadi kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.
Penentuan abu yang larut dala air di lakukan dengan melarutkan abu ke dalam aquades kemudian di saring. Filtrat kemudian di keringkan dan di timbang di timbang residunya. Abu yang larut dalam air ini kadang-kadang di gunakan sebagai indeks kandungan buah dalam jelly dan buah-buahan yang di awetkan. Cara yang umum dalam penentuan abu yang larut adalah dengan mengabukan residu yang terdapat dalam kertas saring bebas abu pada perlakuan di atas. Abu yang larut dalam air adalah selisih berat abu mula-mula dengan berat abu yang ada dalam residu tersebut.
Alkalinitas abu sering pula di lakukan pengujian untuk mengetahui asal bahan yang di analisa. Abu yang berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran adalah bereaksi alkalis. Sedangkan yang berasal dari daging dan hasil olahanya bereaksi asam.

alat dan bahan yang di gunakan.
ü  Oven
ü  cawan porselin
ü  neraca analitik
ü  desikator
ü  penjepit cawan
ü  blender
ü  tanur listrik
ü  roti
ü  alcohol 96 %
ü  asam sulfat


prosedur kerja.

a. penentuan abu total
1.    menyiapkan alat dan bahan yang akan di gunakan
2.    menimbang cawan kemudian di panaskan dalam oven dengan suhu 105oC selama 30 menit, dan didinginkan dalam desikator kemudian di timbang kembali.
3.    timbang bahan atau contoh 2-3 gr kemudisan di masukan ke dalam cawan
4.    bahan di bakar dengan menggunakan alcohol 96% sampai seluruh bagian roti berubah menjadi arang
5.    masukan cawan yang berisi arang roti ke dalam tanur listrik dan di panaskan dengan menggunakan suhu 550oC hingga menjadi abu yang berwarna putih keabuan.
6.    dinginkan dalam eksikator selama 15 menit. Kemudian di timbang cawan beserta abu yang di perolehnya.


b. penentuan abu sulfat.
1.    siapkan alat dan bahan yang akan di gunakan
2.    menimbang cawan kemudian di panaskan dalam oven dengan suhu 105oC selama 30 menit, dan didinginkan dalam desikator kemudian di timbang kembali.
3.    timbang bahan atau contoh 2-3 gr kemudisan di masukan ke dalam cawan
4.    bahan di bakar dengan menggunakan alcohol 96% sampai seluruh bagian roti berubah menjadi arang
5.    masukan cawan yang berisi arang roti ke dalam tanur listrik dan di panaskan dengan menggunakan suhu 550oC hingga menjadi abu yang berwarna putih keabuan.
6.    dinginkan dalam eksikator selama 15 menit kemudian tambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat
7.    uapkan pada ruang asam agar gas SO2 hilang
8.    pijarkan kembali pada tunur kemudian timbang hingga bobotnya tetap.





Untuk menentukan kadar abu adalah dengan menggunakan pemasakan / pemanasan dengan menggunakan suhu 550oC dalam tanur listrik. Semua bahan makanan akan menguap dan yang tertinggal hanyalah bahan organic yaitu abu.
Untuk mempercepat proses terjadinya abu maka perlu di lakukan perlakuan yaitu dengan pembakaran dengan menggunakan alcohol 96% hingga terjadinya arang. Dan kemudian di masukan ke dalam tanur.
Pengabuan di lakukan dengan tanur listrik yang dapat di atur suhunya, tetapi bila tidak tersedia dapat di gunakan pemanas Bunsen. Bila menngunakan Bunsen akan sulit di ketahui atau di kendalikan suhunya untuk ini dapat di lakukan pengamatan secara visual yaitu kelihatan membara memerah berarti suhu ± 550oC. kadang kala pada proses pengabuan terlihat bahan hasil pengabuan berwarna putih abu dengan bagian tengahnya terdapat noda hitam, ini pengabuan belum sempurna maka perlu di abukan lagi sampai noda hitam hilang dan di peroleh abu yang berwarna putih keabuan (warna abu tidak selalu putih keabuan tetapi ada juga yang berwarna kehijauan, kemerah-merahan tergantung bahan yang di abukan).
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam, pengabuan di anggap selesai apabila di proleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih kebu-abuan dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan di lakukan dalam keadaan dingin, untuk itu maka porselin yang berisi abu yang di ambil dari dalam tanur listrik harus terlebih dahulu di masukan ke dalam oven bersuhu 105o C agar supaya suhunya turun. Baru kemudian di masukan dalam desikator sampai dingin. Desikator yang di gunakan harus berisi atau di lengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silica gel atau kapur aktif agar supaya desikator dapat mudah di geser tutupnya maka permukaan gelas harus di olesi dengan vaselin.
Pada praktikum pebakaran yang di lakukan dengan menggunakan alcohol 96 % yang berfungsi mengarangkan sample hingga seluruh bagian roti berubah menjadi asam dan juga untuk mempercepat proses pengabuan yang apabila tidak di lakukan pembakaran akan memerlukan waktu yang relatif lama dan juga karena waktu yang di perlukan lama maka kehilangan akan kadar abu pada bahan akan semakin banyak.. tetapi juga tidak harus menggunakan alcohol dapat juga menggunakan Bunsen sebagai pembakar. Alcohol juga tidak baik di gunakan sebagai bahan pembakar karena alcohol juga masih mengandung logam-logam yang nantinya akan terikut bersama-sama dengan bahan yang akan di abukan.
Kemudian pendinginan di maksudkan untuk proses pendinginan sebelum penimbangan karena tidak baik menimbang pada ke adaan panas, karena akan mempengaruhi bobot yang sebenarnya dan juga berfungsi untuk menyerap air yang masih berada pada krus sehingga penimbangan betul-betul benar. Bila di dionginkan di luar maka yang terjadi adalah penambahan bobot air karena apabila bahan yang panas (sudah tidak terdapat kadar airnya) di dinginkan di udara bebas maka dengan cepat krus tersebut akan manarik air yang berada di lingkungan sekitarnya tetapi bila di letakan di dalam eksikator maka air yang berada di sekitarnya akan di serap oleh isi dari eksikator (silica gel) sehingga bahan masih tetap kering.
Untuk penimbangan di lakukan berulang ulang. Hal ini bertujuan untuk mengkonstankan bahan supaya yang di timbang benar-benar kadar abu yang di peroleh. Karena di khawatirkan masih terdapat senyawa-senyawa lain selain abu misalnya air, lemak dan lain-lain sebagainya. Sehingga di perlukan penimbangan yang berulang-ulang.
Sebenarnya penentuan kadar abu total dan kadar abu sulfat sedikit berbeda tetapi mempunyai prinsip yang sama yaitu membakar bahan hingga membentuk abu hanya kalau penentuan abu total hanya untuk mengetahui abu totalnya saja sedangkan penentuan abu sulfat yaitu untuk mengetahui abu yang dapat bereaksi dengan asam sulfat. Penentuan abu sulfat ini selain untuk mengetahui abu yang dapat bereaksi dengan asam sulfat juga untuk memperendah suhu pengabuan sehingga dapat menghambat kehilangan abu akibat pemanasan yang tinggi.

KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pembahasan dapatlah di simpulkan sebagai berikut :
1.  penimbangan berulang-ulang. Hal ini bertujuan untuk mengkonstankan bahan supaya yang di timbang benar-benar kadar abu yang di peroleh. Karena di khawatirkan masih terdapat senyawa-senyawa lain selain abu misalnya air, lemak dan lain-lain sebagainya.
2.  Sebenarnya penentuan kadar abu total dan kadar abu sulfat sedikit berbeda tetapi mempunyai prinsip yang sama yaitu membakar bahan hingga membentuk abu hanya kalau penentuan abu total hanya untuk mengetahui abu totalnya saja sedangkan penentuan abu sulfat yaitu untuk mengetahui abu yang dapat bereaksi dengan asam sulfat.
3.  Untuk mempercepat proses terjadinya abu maka perlu di lakukan perlakuan yaitu dengan pembakaran dengan menggunakan alcohol 96% hingga terjadinya arang. Dan kemudian di masukan ke dalam tanur.
4.  Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam, pengabuan di anggap selesai apabila di proleh sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih kebu-abuan dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit.















DAFTAR PUSTAKA


Girindra, A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.


Lehninger, A. 1988. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan Maggy          Thenawidjaya. Erlangga, Jakarta


(2003) Kimia Organik Suatau Kuliah Singkat. Erlangga: Jakarta
Keenan, Kleinfelter, Wood. (1992). Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga: Jakarta.


Mastjah, Sabirin, dkk. (1993). Kimia organik Dasar I. Departemen P&K: Yogyakarta.
 

Rawn. J. D. 1989. Biochemistry. Carolina : Neil Patterson Publisher
            Riduan, S. (1990). Kimia Organik. Binarupa Aksara: Jakarta.


Sastrohamidjojo, Hardjono. (2001). Kimia Dasar. Gadjah Mada Unuversity Press: Yogyakarta.


Willbraham dan Matta. (1992). Kimia Organik dan Hayati. ITB: Bandung.


Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
 

http://smk3ae.wordpress.com/2008/07/17/minyak-dan-lemak/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar